CONTOH KASUS HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Jangan sampai kejadian saya ini akan
menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila
anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title
international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin
sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS
international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni
International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi
panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya
bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli
kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa
suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya
adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan
dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan
sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit
27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana
yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama
sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa
kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah
positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi
suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan
tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa
ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa
dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster
perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa
izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa
sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam
berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih
batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini
supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter
profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai
macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster
perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang
memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien
harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan
disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya
minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter
tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya
makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga
tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan
menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan
hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya
tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena
virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap
menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali
infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2
ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan
oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi
infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri
saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak
dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H
untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam
hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya,
suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak
napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin
parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan
memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk
diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami
berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini
dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H
menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah
dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39
derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke
RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya
dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan
keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya
semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil
lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis
hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak
dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan
setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan
hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu
langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke
Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya
minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan
komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og
yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh
tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya
ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G
(Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai
kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan
saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal
saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini
padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah
penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak
menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil
lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara
lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan
dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut
jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk
ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus
saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit
gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa
laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar
marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam
berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga
mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru
ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi
sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni
menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan
yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke
rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang
belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung
jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah
saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang
datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah
dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang
keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan
alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang
lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke
mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati
dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan
santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard
international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke
Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya
dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat
sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon
maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal
yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan
yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS
Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot
dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000
itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu
dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan
yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan
sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung
tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan.
Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya
mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak
memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan
direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu
lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan
dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik
namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus
sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak
tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada
jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia
dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah
mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke
Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya
keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan
medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan
salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong
sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia
kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek
di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan
perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600
Kalau ditelusuri dari awal sekali kasus
ibu prita ini bermula dengan adanya mass mail dari ibu prita ke beberapa
orang dalam sebuah jaringan mail-list. Dimana isi dari tulisan tersebut
menceritakan tentang buruknya manajemen dan pelayanan RS OMNI kepada ibu prita.
Stop sampai disitu sebenarnya kasus ini mempunyai 2 sisi yaitu Pertama ibu
prita ingin menuntut haknya sebagai konsumen, OMNI juga ingin menuntut haknya
sebagai lembaga pelayanan. Kedua posisi ibu prita yang menulis dan mengirimkan
mass mail itu memang kurang bagus keadaannya karena bisa dikategorikan
spam/fitnah, pihak OMNI paham dengan baik tentang aturan ini sehingga melakukan
tuntutan yang sampai sekarang belum juga terselesaikan dengan baik. UU ITE yang
kurang jelas dan rancu juga ikut turut andil dalam sisi kedua sehingga
menyebabkan ketidakpastian hukum yang jelas.
Inilah bukti beberapa kebobrokan,
yang pertama, dimana yang namanya LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN! sudah
dari dulu lembaga perlindungan konsumen di Indonesia ini hanya nampang nama dan
keren doang tanpa hasil. Lihat beberapa bukti orang berteriak layanan speedy
buruk bla bla bla mana ada respon dari lembaga ini untuk memperjuangkan hak
konsumen, konsumen di Indonesia adalah slave! (budak) dan produsen adalah raja.
Sekali lagi terbukti yang punya lebih banyak RUPIAH di negeri ini akan
menang dalam segala hal. Kedua, PARAHNYA tingkat korupsi di lembaga
peradilan. Saya rasa semua sudah taulah beberapa lembaga yang kemarin di angkat
ke permukaan, ada 4 lembaga terkorup di Indonesia tidak perlu saya sebutkan
karena saya takut juga hehehe… pokoknya lembaga peradilan termasuk dalam salah
satunya. Adanya mafia hukum yang memperjual belikan hukum di Indonesia seperti
layaknya pisang goreng!. Cukup 2 ini saja yang saya ungkapkan…
Kalau merujuk ke UU ITE pasal 43 ayat 5
e yang berbunyi:
melakukan pemeriksaan terhadap alat
dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga
digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Hmmmmm apakah sudah ada ahli yang bisa
membuktikan dengan akurat tentang hal ini? karena ini hukum sudah seharusnya
ada bukti yang bisa dipertanggung jawabkan. Bagaimana caranya membuktikan bahwa
ibu prita adalah pengirim email ini sebenarnya mudah untuk dibuktikan, untuk
penerima email bisa membuka informasi penuh tentang asal mula email tersebut
disitu akan terlihat sebuah IP yang bisa ditelusuri lebih sampai kedalam sampai
benar dan pasti merujuk pada sebuah alat elektronik. Kalau tidak bisa
membuktikan ini maka sebenarnya ibu prita HARUS dibebaskan dari tuntutan spam/fitnah
karena tidak ada bukti yang bisa ditunjukkan.
Melihat dari sisi manusiawi, Saya yakin
dan amat sangat yakin 70% kasus ini akan dimenangkan ibu prita ASAL ada
syaratnya:
- Lembaga
peradilan tidak menerima suap dari siapa saja. Termasuk dalam hal ini pihak
RS OMNI, saya dengar dari banyak isu RS OMNI melakukan penyuapan kepada
lembaga peradilan.
- YLKI
paham dan memperjuangkan hak-hak prita sebagai konsumen. Dalam kasus ini
adalah sebenarnya prita lebih mengarah kepada protes pelayanan tetapi
menggunakan proses mediasi yang salah.
- Kejelasan
UU ITE yang tidak rancu.
Saya sudah tau tentang gerakan “koin
untuk prita” sebenarnya dalam kasus ini Prita sudah lebih dulu menang
sebelum keputusan lembaga peradilan keluar. Hukum dibangun oleh masyarakat dan
masyarakat bisa menentukan hukum itu sendiri. Jadi kalau ada gerakan koin untuk
prita yang sangat kuat ini sebenarnya sudah terlihat masyarakat lebih memihak
kepada prita di banding OMNI. Kalau ini diteruskan maka pihak OMNI kemungkinan
besar akan kalah karena kekuatan masyarakat akan lebih besar dibanding kekuatan
suatu lembaga. Kalaupun pihak OMNI menang dalam tingkat lembaga peradilan maka
rakyat Indonesia pasti tidak akan diam saja mengingat rakyat sudah merasa HUKUM
tidak lagi memberikan peradilan bagi semua orang, namun hukun hanya memberikan
kemenangan kepada yang memilik lebih banyak RUPIAH.
Saya malu juga melihat kasus ini sampai
terdengar diluar negeri, bahkan ada seorang penulis yang membeberkan kebobrokan
hukum di Indonesia, apa tidak malu? Indonesia kembali lagi di anggap membatasi
kebebasan berekspresi individual. Memang boleh saja bebas berpendapat namun
tentunya INGAT bukan bebas yang kelewatan batas, hak-hak primer
individual saja masih terbentur dengan hak individu lain. Dalam hal ini
seharusnya UU mengatur semuanya sehingga menjadi jelas.
Yah semoga saja kasus ini cepat selesai
kasihan juga prita karena mengirim mass mail berakibat denda uang dan penjara
kan tidak lucu… Kalau yang dicari win-win solution lebih baik lagi kalau
keduanya berdamai dengan tidak ada sisa tuntutan, selesai deh perkara tidak
perlu pakai ribut-ribut dan argumen siapa yang benar dan siapa yang salah.
Tinggal yang mengerjakan UU ITE lebih spesifik dan jelas saja tentang kategori
aturan mainnya.
SUMBER
Nama : Dina Aqmarina
NPM : 22210056
Kelas : 2EB22